Home » » Terlalu Cemas dan Minder, Wajar atau Tidak sih ?

Terlalu Cemas dan Minder, Wajar atau Tidak sih ?

Dalam dunia kerja, apakah terlalu cemas dan minder masih dianggap wajar ? Jawaban saya, ya wajar, namun berpotensi mengganggu. Rasa cemas berlebihan dan minder terhadap diri sendiri berpotensi mengganggu produktifitas seseorang dalam bekerja. Hal ini tentu bukan hal yang diharapkan perusahaan ketika terdapat salah seorang karyawannya yang tidak dapat bekerja sesuai target. Namun apakah karyawan yang tidak produktif ini sepenuhnya salah ?


Perasaan cemas dan minder adalah sebagian kecil bentuk emosi seserang. Emosi erat kaitannya dengan mental seseorang. Sebagai seorang makhluk sosial, kita dituntut untuk lebih peka mengenai kondisi orang lain di sekitar kita, tidak hanya sebatas fisik melainkan mental.

Seringkali kita menganggap orang yang terlalu cemas sebagai orang yang "parnoan", padahal bisa jadi ia mengidap anxiety disorder. Menganggap orang yang mudah tersinggung sebagai orang yang "terbawa perasaan", padahal bisa jadi ia tengah mengalami depresi. Menganggap orang suka bersih bersih sebagai "maniak kebersihan", padahal bisa jadi ia mengidap obsessive compulsive disorder. Dan banyak hal lain yang dilakukan orang sekitar kita, namun kita tanggapi yang mereka lakukan adalah berlebihan dan tidak perlu.

Beberapa gangguan kesehatan mental biasanya tidak hanya dipengaruhi oleh genetika melainkan juga dipengaruhi pengalaman masa lalu yang bisa jadi menimbulkan trauma. Pernahkan Anda berpikir, bagaimana jika tim di bawah Anda yang selalu menarik diri sering berusaha mengakhiri hidupnya ? Bagaimana jika tim di bawah Anda yang sangat moody ternyata merupakan penderita bipolar ? Pernahkah Anda berpikir bahwa ternyata teman Anda yang seringkali merasa minder ternyata dulu pernah mengalami bullying yang membuatnya malu berhadapan dengan orang lain.

Saya pribadi bukanlah psikolog maupun psikiater yang sangat memahami kepribadian orang lain. Namun melalui tulisan saya kali ini, saya mengajak para pembaca sekalian untuk lebih peka dengan orang lain di sekitar kita. Setiap orang memiliki pertarungannya masing masing. Dalam dunia kerja kita memang dituntut profesional, tapi jangan lupa kita juga bekerja dengan manusia yang punya hati. Meski secara profesional mereka tidak diperbolehkan untuk membawa bawa perasaan, nyatanya mereka juga manusia yang rentan "sakit" (baik mental maupun fisik).

Saya hanya ingin menekankan dua hal ;

Jaga Lisan


Pernah mendengar ungkapan "mulutmu harimaumu" ? Saya yakin iya. Jika Anda bukanlah dokter atau mungkin Anda tidak tertarik dengan perasaan orang lain, maka akan lebih baik jika Anda mulai menjaga lisan Anda. Jika kata kata tidak bermakna apa apa, mengapa kita seringkali merasa senang ketika mendapat pujian. Begitu hal nya ketika kita mengucapkan kalimat pedas yang tentunya bisa memberi makna kepada orang lain yang dituju. Bagaimana jika sebenarnya ia sedang berjuang namun Anda justru membuatnya jatuh ?

Lebih Peduli dengan Sekitar


Ketika SD, salah satu kalimat bahasa Inggris yang diajarkan oleh guru kita adalah "How are you ?". Yah, bagaimana kabar Anda ? Kalimat sepele, namun jika diucapkan kepada seseorang bisa jadi membuatnya merasa lebih diperhatikan dan dihargai. Bisa jadi saat itu ia sedang sedih dan merasa tak ada teman berbagi ketika Anda menanyakan kalimat sederhana itu. Bisa jadi setelah mendengar pertanyaan "basa-basi" Anda, ia tergerak untuk menceritakan kepada Anda beban yang selama ini ia pendam.

Oh, saya tidak punya waktu untuk ikut campur urusan orang lain, mungkin sebagian dari Anda berprinsip seperti ini. Namun ayolah, kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain.

Anda pasti pernah mendengar ungkapan "1 orang bisa membawa perubahan positif bagi orang lain". 1 hal sederhana yang Anda lakukan mungkin mampu merubah hidup seseorang menjadi lebih baik. Dan begitu pula 1 hal sepele yang Anda lakukan bisa jadi merubah hidup seseorang menjadi lebih buruk.

Jangan berpura - pura buta ketika Anda menyaksikan orang lain jelas jelas membutuhkan pertolongan Anda. Jangan berpura pura tuli ketika Anda mendengar orang lain mengeluh di depan Anda. Dan jangan berpura pura bisu, jika ternyata satu ungkapan Anda mampu memotivasi orang lain untuk bangkit dari keterpurukannya.

0 komentar:

Post a Comment