Home » , » Benarkah Atasan Menyebalkan adalah Takdir Buruk ?

Benarkah Atasan Menyebalkan adalah Takdir Buruk ?


Jika saya meminta Anda untuk menceritakan atasan Anda dalam 3 kata, apa yang akan Anda katakan ? Apakah Anda akan mengawalinya dengan kata kata positif diikuti dengan kata kata negatif, atau sebaliknya ? Saya tidak dapat menerka apa yang Anda pikirkan tentang atasan Anda, sosok yang mungkin mendominasi 8 jam dalam hari Anda bekerja. Apakah mereka memberi kesan yang baik kepada Anda atau justru sebaliknya.

Bicara tentang atasan memang tak ada habisnya. Selalu saja ada hal menarik, entah positif ataupun negatif untuk dibicarakan. Terdapat 2 hal yang sering saya dengan dari orang lain, baik dalam sesi interview maupun interaksi biasa.

Atasan adalah Takdir

Mereka mengatakan bahwa atasan dapat memilih siapa yang akan menjadi anak buahnya namun kita tidak dapat memilih siapa yang akan menjadi atasan kita. Seolah olah siapapun yang menjadi atasan kita adalah takdir kita. Jika kita mendapatkan atasan baik hati maka kita sedang bernasib baik dan jika kita mendapatkan atasan galak maka kita sedang bernasib buruk.

Hal yang saya rasa salah, karena bagi saya atasan tidak selamanya menjadi sebuah takdir yang tidak dapat diterka namun terkadang kita memiliki kesempatan untuk memilih siapa yang akan menjadi atasan kita.

Dalam sesi interview kemungkinan besar kita akan bertemu dengan user yang kelak akan menjadi atasan kita yang sebaiknya Anda manfaatkan dengan baik untuk mengenal sosoknya lebih jauh. Bagaimana cara mengenalinya ?


Tipe Kepribadian
Sikap yang Ditampilkan dalam Interview
Sikap yang Ditampilkan dalam Kehidupan
Dominan
-          Mendominasi pembicaraan
-          Intonasi suara tegas dan cepat
-          Percaya diri dengan apa yang ditanyakan

-          Tegas
-          Cenderung bossy
-          Berusaha melindungi tim di bawahnya ketika terjadi masalah

Compliance
-          Bertanya dengan detail
-          Intonasi suara stabil
-          Cukup sistematis dalam mengajukan pertanyaan

-          Detail
-          Bijaksana
-          Bertindak objektif ketika terjadi masalah

Influence
-          Menampilkan sikap bersahabat
-          Intonasi suara riang dan cepat
-          Terkadang mengajukan pertanyaan dengan spontan

-          Bersahabat
-          Moody
-          Terkadang plin plan
Steadiness
-          Bersikap low profile
-          Intonasi suara stabil, cenderung lamban
-          Terkadang menampilkan sikap pasif
-          Low profile
-          Pasif
-          Terkadang ragu ragu

Tabel di atas hanyalah beberapa ciri ciri yang ditampilkan seseorang dalam interview untuk menggambarkan kepribadian aslinya. Disamping itu, setelah proses interview, pasti kita memiliki kesan atas sikap interviewer, misalkan “kayanya atasannya galak / kayanya atasanya sabar” dan kesan kesan lainnya. Dari proses interview tersebut juga Anda dapat menilai apakah Anda merasa nyaman atau tidak dengan proses tersebut, apakah Anda merasa tertekan selama interview atau cukup nyaman. Tanpa disadari, Anda juga melakukan penilaian terhadap interviewer.

Dan ketika Anda memutuskan untuk bergabung di suatu perusahaan dengan sebelumnya melewati tahap interview, sadar atau tidak Anda telah memilih sosok yang menjadi atasan Anda. Dan itulah mengapa, atasan Anda seringkali menjadi pilihan Anda bukan hanya sekedar takdir yang hanya bisa diterima.

Atasan yang Menyebalkan

 “Atasan gue sukanya marah marah, masih aja suka nanyain kerjaan pas di luar jam kerja, yah tapi gue suka karena dia selalu bisa backup kita”

“Atasan gue pelit, ngasi kerjaan banyak, tapi dia suka kasih gue motivasi pas gue down sih”

Setidaknya, mereka selalu menyebutkan sifat negatif dari atasannya. Pada dasarnya, atasan bisa menjadi sosok paling menyebalkan yang kita temui dalam lingkungan kerja. Alasannya tidak lain karena atasan terlibat dalam pekerjaan kita lebih intens dibanding orang lain. Atasan lebih dari sekedar rekan kerja, ia mengawasi kinerja kita dan berusaha menjaga kita untuk tetap berada di koridor yang tepat dengan caranya. Itulah mengapa sosok atasan seringkali melekat di ingatan kita dan menjadi subjek yang sering diceritakan kepada orang lain ketika membahas pekerjaan.

Terkadang, sosok atasan juga mendominasi emosi kita. Tentu tidak asing dengan cerita seseorang yang mengundurkan diri karena merasa tidak cocok dengan atasannya, hal tersebut menandakan bahwa atasan bisa mempengaruhi kondisi emosional seseorang. Bahkan, jika Anda memiliki atasan yang sangat sabar, Anda mungkin pernah merasa kesal dengannya karena beberapa hal.

Nyatanya, atasan adalah sosok yang menyebalkan. Seolah olah setiap atasan terlahir dengan sifat menyebalkan dan selalu merasa benar hingga muncul ungkapan “Pasal 1, atasan selalu benar. Pasal 2, jika atasan salah kembali ke pasal 1”. Mungkin, beberapa dari kita merasa bahwa hari ini akan terasa lebih baik jika atasan kita tidak hadir.

Namun, dibalik itu semua, pernahkah Anda menyadari bahwa Anda sendiri tidak kalah menyebalkan dibanding atasan Anda. Pekerjaan yang terlambat diselesaikan, selalu datang terlambat, terlalu banyak bertanya, keras kepala, suka membantah. Tidakkah Anda berpikir bahwa bisa jadi atasan Anda berharap bahwa Anda lebih baik mengundurkan diri karena ia merasa sebal dengan Anda secara personal tapi tidak dapat memecat Anda. Tidakkah Anda berpikir bahwa bisa jadi atasan Anda yang dikenal sabar dan tak pernah marah tiba tiba memutuskan untuk tidak memperpanjanng kontrak kerja Anda karena Anda tidak kompeten.

Nyatanya, manusia terlahir menyebalkan. Sialnya, baik Anda maupun atasan adalah manusia. Ralat, bahkan bekerja dengan robot pun bisa menjadi lebih menyebalkan. Oleh karena itu, baik Anda maupun atasan Anda memiliki kelebihan dan kekurang masing masing yang tidak bisa dihindari.


Kegagalan dalam menyikapi dua hal tersebut bisa menjerumuskan Anda dalam penderitaan selama jam kerja. Perasaan menderita tidak hanya menyerang kondisi emosional Anda melainkan juga produktifitas Anda. Perasaan negatif seperti ini tentunya bukanlah hal yang harus dimiliki karyawan. Oleh karena itu, ada baiknya Anda memahami satu hal.

Fokus pada Kelebihan

Seorang bijak mengatakan, “Saya hanya fokus pada kelebihan seseorang dan apa yang bisa dilakukan dengan itu. Saya tidak bisa merubah kekurangan orang lain”. Saya rasa, kalimat tersebut tidak hanya sederhana melainkan juga tepat.

Sadar atau tidak, ketika akhirnya kita dipekerjakan maka atasan kita telah mempertimbangkan segala kelebihan dan kekurangan kita dan berusaha menerimanya. Mungkin Anda sering mendengar atasan Anda mengeluh mengenai diri Anda.

“Administrasi kamu berantakan”

“Kamu sangat emosional”

Namun, bukankah itu hanyalah tanda bahwa ia peduli terhadap diri Anda dan menginginkan Anda untuk menjadi lebih baik lagi. Dan fakta dimana saat ini Anda masih bekerja bersamanya bukankah membuktikan bahwa ia menghargai kelebihan Anda dibanding membenci kekurangan Anda.

Sadar atau tidak, ketika akhirnya Anda bekerja di suatu perusahaan dan bertemu dengan atasan Anda maka Anda telah mempertimbangkan segala kelebihan dan kekurangannya dengan berusaha menerimanya. Mungkin Anda sering mengeluh mengenai dirinya.

“Bos gue nyebelin”

“Semoga bos gue hari ini ga masuk”

Namun, bukankah itu adalah respon wajar seseorang ketika melihat sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Dan fakta dimana saat ini Anda tidak mengajukan pengunduran diri bukankah membuktikan bahwa Anda masih nyaman bekerja bersama atasan Anda dibanding berusaha mencari rumput tetangga yang lebih hijau.

Tentu adalah hal yang wajar jika kita mengharapkan orang lain bersikap lebih baik, mengharapkan orang lain mampu membuat kita merasa lebih nyaman. Namun terkadang, sesuatu hal yang tidak kita inginkan tercipta bukan untuk diubah melainkan untuk diterima. Sama seperti kekurangan Anda dan kekurangan dari atasan Anda yang mungkin tercipta untuk diterima dan dipahami bukan untuk ditentang.

Semua kembali kepada diri Anda, apakah Anda akan fokus kepada sikap menyebalkan dari atasan Anda atau memperhatikan sisi lain dari dirinya yang lebih baik ? Tentu Anda tidak dapat memaksakan diri Anda untuk cocok bekerja sama dengan orang lain jika Anda tidak merasa bahagia.

Pertanyaan terakhir, jika Anda diberi kesempatan untuk mengganti atasan Anda, apakah Anda akan mengambil kesempatan tersebut ? Jika ya, semoga Anda bahagia dengan pilihan Anda meski nyatanya Anda akan kembali menemukan atasan yang menyebalkan. Karena nyatanya, tidak ada manusia yang terlahir sempurna.

1 komentar: