Beberapa hari lalu, saya menerima telepon dari salah seorang
pencari kerja, sebut saja Bunga. Saya kira hanya panggilan masuk seperti biasa,
menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan atau menanyakan kelanjutan proses
rekrutmen. Namun nyatanya yang saya dengar sungguh membuat saya merasa miris
sekaligus berpikir keras. Dengan agresif, ia memohon untuk diberikan pekerjaan
karena ia sangat membutuhkan uang untuk orang tuanya di kampung. Ia
menceritakan bahwa ia merupakan salah satu lulusan universitas termuka di
Indonesia dan ia juga menguasai Microsoft Office, ia bahkan menceritakan bahwa
ia memiliki lahan di kampung halamannya sebelum akhirnya saya memutuskan untuk
mengakhiri pembicaraan.
Tak lama kemudian, saya menemukan sebuah email masuk dari
seseorang yang baru saja menelepon saya, yaitu Bunga. Ternyata ia adalah
seorang fresh graduate sejak satu tahun lalu. Akhirnya saya memutuskan untuk
memperlakukannya seperti saya memperlakukan kandidat pada umumnya dengan
memberikan sejumlah tes online. Hasilnya tidak terlalu buruk. Namun yang
mengganggu saya adalah balasan – balasan email dari pelamar tersebut yang
kurang sopan diucapkan dalam dunia kerja yang akhirnya membuat saya memutuskan
untuk tidak melanjutkannya ke tahap berikutnya.
Dalam kasus ini, pelamar tersebut tidak hanya belum memiliki
kemampuan teknikal yang terbukti melainkan juga tidak menunjukkan sopan santun.
Dan karena kedua hal itu, saya merasa tidak memiliki alasan untuk memberikan
kesempatan lebih jauh.
Lalu, manakah yang lebih baik ? Memiliki kemampuan teknikal
yang cukup atau soft skill yang baik
? Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya akan menceritakan beberapa kisah lain
yang pernah saya alami.
Sebut saja Budi. Salah satu pelamar yang akhirnya saya
rekrut menjadi karyawan karena dinilai oleh user memiliki sopan santun dan
memiliki kemauan untuk melayani. Nyatanya, kesan pertama yang dipenuhi rasa
menghargai dan sopan santun cukup berhasil membuat lawan bicara merasa nyaman.
Dan nyatanya, selama bekerja pun Budi senantiasa bersikap sopan kepada orang
lain di sekitarnya. Disinilah berlaku ungkapan, attitude adalah segalanya meski nyatanya Budi tidak memiliki
pengalaman administrasi yang dibutuhkan dalam pekerjaannya. Cerita yang cukup
sempurna hingga akhirnya beberapa bulan selanjutnya Budi mengundurkan diri
tanpa memberikan kabar kepada atasan dan juga tim HRD. Usut punya usut, Budi
mengundurkan diri karena merasa terbebani dengan pekerjaan yang ia terima.
Ternyata, sopan santun saja tidak cukup untuk membuat diri kita mapan dalam
meniti karir.
Sebut saja Eko. Eko adalah salah satu karyawan yang cukup
kompeten di perusahaan saya bekerja beberapa tahun silam. Eko tidak hanya
menguasai teknik negosiasi untuk menekan budget,
ia juga memahami banyak hal dalam kegiatan operasional dalam perusahaan hingga
membuat direktur kami cukup bergantung padanya. Menjadi karyawan yang kompeten,
memiliki komitmen terhadap pekerjaan, hingga mendapatkan kepercayaan dari orang
nomor satu di perusahaan tentu menjadikan Eko salah satu karyawan yang layak
dipertahankan. Sangat layak, sebelum akhirnya Eko kembali diketahui memasukkan
sejumlah uang perusahaan untuk keperluan pribadinya. Ketidakjujuran Eko dengan
mudahnya menghancurkan kesempatannya untuk meniti karir yang lebih baik. Dan
ketidakjujuran Eko dengan praktis mengubah statusnya dari seorang pekerja
menjadi pencari kerja.
Memiliki technical
skill saja tidak cukup, dan memiliki soft
skill saja tidak cukup jika Anda ingin menjadi seseorang yang layak untuk
diperjuangkan. Memiliki salah satunya tidak cukup membuat Anda mendapatkan
kenaikan karir. Baik technical skill
dan soft skill bukanlah menu a la carte yang bisa dibeli secara
terpisah untuk membuat Anda kenyang. Dalam hal peningkatan karir, technical skill dan soft skill adalah menu paket yang harus Anda miliki keduanya.
Bukan hal yang salah jika Anda lebih menguasai soft skill dibanding technical skill. Kemampuan memotivasi
diri, rasa ingin tahu yang tinggi dan terbuka terhadap masukkan membantu Anda
untuk mempelajari hal baru dengan cepat. Memiliki sopan santun yang baik, proaktif
dan selalu fokus pada pekerjaan bisa jadi membantu Anda untuk mendapatkan
perhatian dari atasan Anda. Namun tanpa diimbangi dengan pencapaian target
kinerja Anda, akan sulit untuk dikenal menjadi karyawan yang kompeten. Bagaimanapun
juga, perusahaan mengharapkan karyawannya memberikan kerja nyata bukan hanya
kerja keras.
Sebaliknya, pencapaian kinerja yang melebihi target tidak
serta merta mengantarkan Anda untuk mendapatkan kenaikan jabatan menjadi supervisor. Jika Anda tidak memperlakukan
orang lain dengan baik, jika Anda tidak mampu memotivasi diri Anda sendiri dan
jika Anda tidak mampu menangani stress maka akan sulit membuat orang lain
percaya bahwa Anda layak diberikan kepercayaan untuk memimpin. Bagaimanapun
juga, perusahaan akan lebih mempercayai orang yang dapat diajak bekerja sama
bukan hanya dapat bekerja.
Jika Anda hanya ingin berada di posisi Anda saat ini tanpa berniat meraih posisi yang lebih, Anda
dapat membeli technical skill dan soft skill sebagai menu a la carte dengan harga yang lebih murah
namun tidak cukup membuat Anda kenyang. Sayangnya, dunia kerja menjadi semakin
liar. Seolah tidak pernah ada kata cukup, baik pemberi kerja dan pencari kerja.
Fakta yang amat menyakitkan adalah bahwa mencari pekerjaan bisa jadi begitu sulit,
bahwa bertahan di pekerjaan kita saat ini bisa jadi begitu penuh perjuangan,
dan Anda tidak akan pernah tahu cobaan apa yang sedang menanti Anda.
Liarnya dunia kerja mulai melahirkan para pencari kerja
seperti Bunga yang mulai putus asa dalam upaya mempertahankan hidupnya.
Kejamnya dunia kerja menuntut Anda untuk terus memacu motor Anda agar tidak
disalip oleh pembalap lainnya dalam puluhan putaran yang membuat Anda pusing.
Jika Anda salah mengambil strategi, Anda dapat didahului oleh pembalap lain di
belakang Anda. Dan untuk terus berkonsentrasi dalam lomba balap ini, technical skill dan soft skill yang disajikan dalam menu paket akan lebih mengenyangkan
dibanding jika Anda membelinya dalam menu a
la carte.
Memiliki technical
skill yang mumpuni dan soft skill
yang baik bukanlah hal yang mudah. Memiliki nilai KPI memuaskan dan dianggap
mampu bekerja sama lintas divisi dengan baik juga cukup menguras tenaga. Dan
sayangnya, nyaris semua perusahaan selalu mengharapkan setiap karyawannya
memiliki keduanya, technical skill
dan soft skill. Sungguh kenyataan
yang tidak mudah untuk dihadapi namun memaksa kita untuk tetap menghadapinya.
0 komentar:
Post a Comment