Home » » Audisi Stand Up Comedy : Mimpi Tidak Diraih Dengan Tangan Kosong

Audisi Stand Up Comedy : Mimpi Tidak Diraih Dengan Tangan Kosong


Hari ini saya menghabiskan waktu untuk menemani adik semata wayang saya untuk mengikuti audisi Stand Up Comedy Academy (SUCA). Awalnya saya hanya ingin menghabiskan weekend saya dengan bersantai di kamar dengan ditemani laptop kesayangan saya, namun akhirnya saya mengurungkan rencana saya karena tersentuh dengan apa yang dilakukan adik saya.



Ya, adik saya adalah pecinta Stand Up Comedy dan cita citanya adalah menjadi seorang komika. Bisa dipastikan setiap video yang ia tonton di youtube adalah video Stand Up Comedy dan seringkali saya menemukannya sedang asyik menulis. Ketika ditanya, ternyata ia sedang menulis materi untuk stand up. Adik saya masih duduk di bangku SMP dan terkadang ia cukup pasif untuk memulai sesuatu hingga sejauh ini saya tak pernah melihat ia benar benar merealisasikan niatannya untuk Open Mic. Meski demikian, seringkali ia meminta saya untuk menemaninya menonton acara yang berkaitan dengan Stand Up Comedy yang sayangnya seringkali tidak dapat saya penuhi. Sebelum pergi audisi ia mengatakan bahwa ia ingin mencoba, kalah pun tidak apa, asalkan dia mencoba.

2 paragraf di atas penuh dengan cerita tentang adik saya, karena memang nyatanya ia telah menginspirasi saya. Dari banyak hal yang saya kagumi dari dia, hari ini ia telah mengingatkan betapa pentingnya mewujudkan sebuah mimpi meski hanya melalui hal kecil. Dan nyatanya, dengan menemaninya ikut audisi saya menemukan banyak hal menarik yang cukup relevan dengan dunia kerja.

#1. Networking dan Jam Terbang

Antrian audisi dibagi untuk peserta dari komunitas dan dari non komunitas. Peserta dari komunitas pun mendapatkan keistimewaan untuk mendapat giliran lebih awal dibanding peserta dari non komunitas. Ketika asyik menunggu adik saya yang sedang mengantri, saya berjumpa dengan para peserta yang lolos ke tahap selanjutnya yang sebagian besar berasal dari sebuah komunitas.
Salah seorang di dekat saya mengatakan, “iya, yang komunitas diduluin karna sudah sering open mic”. Ya, sudah sering open mic, yang juga menjadi jawaban atas mengapa sebagian besar peserta yang lolos berasal dari komunitas. Hal ini membuat saya mengingat dua hal ; networking dan jam terbang.

a. Networking

Dengan mengikuti komunitas, para peserta mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang lebih dalam melakukan open mic. Kedua hal tersebut didapatkan bukan hanya karena para peserta melakukan open mic, melainkan dari teman temannya yang juga melakukan open mic. Mereka tidak hanya mengoreksi kesalahan  dirinya sendiri melainkan juga mampu menerapkan apa yang menjadi kelebihan orang lain.
Sama dengan networking dalam dunia kerja, kita akan mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas dari apa yang kita ketahui selama ini. Percaya atau tidak, hal ini kelak akan membantu Anda dalam pekerjaan disamping memperluas jaringan pertemanan Anda.

b. Jam terbang

Practice makes perfect, dan karena alasan itulah saya merasa para peserta yang lolos berhak atas apa yang mereka dapatkan. Melalui komunitas, mereka diajak untuk lebih sering melakukan open mic untuk melatih kemampuan mereka. Dan meski bukan melalui komunitas pun saya yakin para peserta yang lolos telah menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membuat materi dan open mic.
Semakin sering kita melakukan sesuatu maka lebih handal kita melakukannya. Itulah mengapa setidaknya kita butuh waktu 2-3 tahun untuk menjadi master di pekerjaan kita dan juga menjadi alasan HRD seringkali menghindari pelamar dengan riwayat masa kerja singkat dengan pengalaman yang belum terbukti.

#2. Pengorbanan untuk mencapai hasil

Tidak jarang saya menemui peserta yang berasal dari luar Jakarta. Bukan hanya berasal dari wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur, saya bahkan menemui peserta dari luar Jawa seperti Nusa Tenggara Timur.

Seorang yang saya temui mengatakan bahwa ia tidur di mushola untuk menghemat pengeluaran selama audisi. (FYI, peserta yang dinyatakan lolos diminta untuk menunggu pengumuman di jam 12 malam untuk menentukan apakah akan lanjut ke tahap berikutnya atau tidak dan tahap berikutnya dilaksanakan esok hari). Beberapa lainnya datang dengan ditemani sanak saudaranya.

Sesampainya di lokasi audisi, para peserta diminta untuk menunggu di tengah teriknya matahari yang menyengat. Mereka bahkan enggan meninggalkan tempatnya untuk sekedar membeli minum agar tempatnya tidak diisi oleh orang lain. Waktu menunggu giliran tampil pun tidak main main karena banyaknya peserta. Saya yakin mereka telah mengorbankan sesuatu untuk dapat mengikuti audisi ini, bukan hanya dari sisi materi melainkan juga waktu dan tenaga. Itupun juga jika mereka berhasil lolos, jika tidak, maka jika dipikir dengan sederhana dapat dilihat bahwa pengorbanan mereka sia sia (yang nyatanya tidak sia sia).

Hal ini mengingatkan saya tentang sebuah pengorbanan dalam mencapai tujuan, bahwa seringkali kita harus bersusah payah untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Dalam bekerja pun sama, untuk mencapai target tutup buku terkadang kita harus rela lembur hingga kurang tidur. Untuk mencapai target efisiensi terkadang kita perlu menghadapi negosiasi yang alot dengan supplier. Untuk mendapatkan kandidat yang berkualitas bisa jadi kita perlu wara wiri ke universitas untuk menjalin relasi. Yang harus digarisbawahi adalah, tidak ada jalan yang mulus untuk mencapai tujuan. Maka jika saat ini kita menghadapi sebuah masalah, bukankah itu merupakan hal yang wajar ditemui agar tujuan kita tercapai ?

#3. Gagal dan Coba Lagi

Beberapa peserta yang saya temui mengaku telah mengikuti beberapa kali audisi sebelum hari ini sehingga mereka terlihat lebih menguasai situasi. Meski saya tidak mengetahui bagaimana penampilan mereka saat Open Mic namun setidaknya mereka patut diacungi jempol karena telah bangkit dari kegagalan yang telah dihadapi.

Dalam bekerja, bisa jadi kita berulang kali gagal memenuhi ekspektasi user dalam pemenuhan tenaga kerja. Mungkin kita berkali kali gagal mencapai target penjualan sebagai alternatif atau untuk kesekian kalinya tidak mampu mencapai biaya pengiriman yang diharapkan. Hal terpenting dari sebuah kegagalan adalah bagaimana cara kita memperbaikinya, dan perbaikan tersebutlah yang harus menjadi fokus utama kita.

Dibanding fokus pada pemenuhan tenaga kerja yang selalu melebihi target, lebih baik fokus pada pengembangan alat tes dan sumber pencarian tenaga kerja. Dibanding fokus pada target penjualan yang tidak tercapai, lebih baik fokus pada jumlah pasar yang dapat kita gali. Dan dibanding fokus pada biaya pengiriman yang selalu di bawah target, lebih baik fokus pada upaya kita yang membuat biaya pengiriman lebih rendah dari sebelumnya. Kegagalan akan benar benar menjadi kegagalan, jika kita tidak mampu mengambil pelajaran berharga darinya.

#4. Tidak ada kata terlambat

Tidak sedikit saya menjumpai peserta yang layak saya panggil ibu atau bahkan nenek dalam audisi tersebut. Meski demikian mereka tetap percaya diri berada di dalam antrian tanpa memperdulikan rambutnya yang telah beruban.

Dalam bekerja pun sama. Tidak ada kata terlambat untuk memulai atau memperbaiki sesuatu. Meski perusahaan tempat kita bekerja telah berdiri cukup lama, bukan berarti sudah terlambat bagi kita untuk memperbaiki budaya di dalamnya. Meski perusahaan kita telah lama menggunakan sebuah software, bukan tidak mungkin kita mengusulkan penggunaan software baru yang lebih efisien. Ada banyak hal yang dapat kita lakukan dalam bekerja yang bisa jadi mampu memberikan dampak positif meski bisa jadi kita akan menempuh kegagalan. Tidak ada kata terlambat, dan gunakanlah waktu yang kita miliki untuk menciptakan sesuatu yang bernilai.

Pada akhirnya, keputusan saya untuk menemani adik saya mengikuti audisi merupakan keputusan terbaik yang saya lakukan di hari ini. Saya tidak hanya melihat semangat adik saya, melainkan ribuan orang lain yang rela mengantri di bawah terik matahari. Sama seperti saya, mereka akhirnya menghabiskan waktu berjam jam untuk audisi meski mereka memiliki kesempatan untuk tetap bersantai di rumah. Tanpa peduli apa latar belakang mereka, setidaknya mereka berhasil membuat sebuah langkah untuk mencapai mimpi mereka.

Nyatanya mimpi bukan diraih dengan tangan kosong, bukan juga melalui tangan orang lain. Mimpi adalah milik setiap orang yang menginginkannya, namun keberhasilan adalah milik mereka yang berani memperjuangkannya tanpa peduli apapun rintangannya.


0 komentar:

Post a Comment