Beberapa hari lalu, saya bertemu
dengan salah satu teman saya. Kami membincangkan beberapa hal terkait pekerjaan
kami, salah satunya adalah kenaikan gaji. Teman saya mengatakan bahwa ia mengharapkan
kenaikan gaji (di luar penyesuaian dengan UMR) di tahun ini. Saya cukup
tertarik mendengar pernyatannya, kemudian saya bertanya kepadanya, “memangnya
bagaimana caranya supaya kamu bisa dapat kenaikan gaji ?”. Hal yang lebih
membuat saya tertarik adalah jawabannya, dimana saat itu ia menjawab “tidak
tahu”.
Selanjutnya saya kembali bertanya
kepadanya ; bagaimana hasil penilaian kinerjanya, apa target kerjanya, dan kondisi
seperti apa yang menyatakan kinerjanya kurang – cukup – luar biasa. Saat itu
teman saya tidak dapat menjawabnya dengan pasti.
Percakapan saya dengannya saat itu
membuat saya teringat satu hal yang selalu menjadi trending topic di beberapa
perusahaan tempat saya bekerja ; penilaian kinerja. Ternyata, penilaian kinerja
cukup populer. Mungkin karena prosesnya yang menantang, atau mungkin juga
karena ada banyak hal menarik di dalamnya untuk dibahas.
Penilaian kinerja seringkali dinilai rumit
Ketika berbicara penilaian
kinerja, seringkali Anda juga mendengar Key Performance Indicator. Hubungan
keduanya cukup erat. Penilaian kinerja seperti sebuah proses persiapan bahan
dalam membuat kue dimana setiap bahan baku perlu ditimbang sesuai dengan
proporsi yang dibutuhkan.
Jika komposisi terigu kurang, maka kue akan menjadi
terlalu lembek dan jika komposisi keju terlalu banyak, maka kue akan menjadi
terlalu gurih. Dalam hal ini, alat timbang memegang peranan penting, apakah
komposisi bahan baku sudah pas sehingga menghasilkan kue sesuai yang
diharapkan. Dalam hal ini, alat timbang tersebut adalah Key Performance
Indicator (KPI).
Sayangnya, tidak semua orang
menikmati proses penilaian kinerja karena dinilai rumit. Nyatanya, penilaian kinerja
adalah hal yang mudah jika kita telah menyusun KPI dengan tepat. Penilaian
kinerja menjadi rumit untuk dihadapi jika ;
a. KPI yang belum dirumuskan
Meski KPI sendiri bukanlah hal
asing lagi di dunia kerja, belum tentu setiap orang menjalankannya. Di suatu
perusahaan sendiri, terkadang masih saja beberapa bagian yang belum memahami
cara kerjanya atau mungkin sudah paham namun belum menjalankannya.
Rutinitas pekerjaan dan pekerjaan
mendesak seringkali menghabiskan fokus dan tenaga untuk berkonsentrasi dalam
pembuatan KPI. Akibatnya, proses pembuatan KPI menjadi terlupakan dan tanpa
terasa masa penilaian kinerja tiba padahal pihak yang terkait (pihak yang
menilai dan pihak yang dinilai) sendiri belum paham harus menilai / dinilai
berdasarkan apa. Hal inilah yang membuat pihak yang terkait menjadi tergopoh
gopoh atau mungkin menilai dengan asal saja.
b. KPI tidak measurable
Salah satu syarat KPI adalah
measurable. Kesalahan yang seringkali dilakukan adalah menyusun KPI yang tidak
dapat diukur. Misalkan, Andi adalah seorang office boy di sebuah perusaaan.
Salah satu indikator dari pekerjaannya yang perlu dinilai tentu adalah perihal
kebersihan.
Bandingkan dua hal ini ;
Contoh A.
Indicator
|
Criteria
|
Measurement
|
Kebersihan
|
Seluruh ruangan dibersihkan setiap hari
|
Tidak ada sampah berserakan di lantai
|
Contoh B.
Indicator
|
Criteria
|
Measurement
|
Kebersihan
|
Tidak ada sampah berserakan di lantai pada saat
jam kerja dimulai selama hari kerja
|
Checklist kebersihan
|
Bandingkan measurement dari kedua
contoh tersebut. Jika Anda adalah atasan Andi, cukupkah menilai kinerja Andi
dengan measurement dari contoh A, apakah Anda selalu mengingat kapan ada sampah
berserakan di lantai ketika Andi melaksanakan tugasnya ? Sebaliknya, contoh B memberikan
measurement yang lebih detail yaitu dengan checklist kebersihan. Dengan
checklist kebersihan, Anda harus memonitor pekerjaan Andi setiap harinya di
setiap ruangan, akumulasi dari hasil checklist tersebut dapat digunakan sebagai
achievement Andi dalam menjalankan tugasnya.
Sayangnya, seringkali dalam
perusahaan ditemukan indikator seperti contoh A dalam KPI yang masih membuat pihak
yang terkait bingung. Menerapkan contoh A akan membuat penilai berpikir keras
karena tidak memiliki data yang akurat yang dapat dijadikan dasar penilaian.
Data belum siap
Bicara mengenai measurement, maka
hal yang dibutuhkan selanjutnya adalah data. Hal yang seringkali menjadi
kendala adalah ketika data yang harus diukur tidak siap. Bisa jadi karena pihak
terkait tidak mengumpulkan datanya selama periode penilaian tersebut, data dari
sistem yang belum tersedia, atau mungkin data sudah ada hanya saja pihak yang
terkait tidak mengerti bagaimana membacanya.
Misalkan, Bunga adalah seorang HR
Supervisor dengan target menyelesaikan peraturan perusahaan sebagai salah satu
indikator dalam KPI nya. Target tersebut dianggap done jika peraturan
perusahaan telah disosialisasikan kepada seluruh karyawan setelah mendapatkan
persetujuan dari Disnaker. Saat ini, draft peraturan perusahaan tersebut sedang
dalam tahap direview oleh setiap divisi dan belum ada feedback dari mereka. Yang
jadi pertanyaan dalam penilaian kinerja Bunga, berapakah persentase kinerja
Bunga atas indicator tersebut ?
Untuk mempermudah cara
mengukurnya, dapat menyiapkan data dengan menyusun aktifitas dan subaktifitas
apa yang perlu ia lakukan seperti berikut ;
Indikator
|
Aktifitas
|
Sub-Aktifitas
|
Persentase Sub-Aktifitas
|
Persentase Aktifitas
|
Persentase Indikator
|
Pembuatan Peraturan Perusahaan
|
Membuat draft
|
Bab 1
|
100 %
|
100 %
|
40 %
|
Bab 2
|
100 %
|
||||
Bab ...
|
100%
|
||||
Persetujuan
|
HR Manager
|
100%
|
20 %
|
||
Sales Manager
|
0 %
|
||||
Finance Manager
|
0 %
|
||||
IT Manager
|
0 %
|
||||
Dsb
|
0 %
|
||||
Sosialisasi
|
Pengajuan berkas ke disnaker
|
0 %
|
0 %
|
||
Persetujuan disnaker
|
0 %
|
||||
Sosialisasi ke karyawan
|
0 %
|
Dengan melakukan cara tersebut, pihak
yang terkait dapat mengetahui berapa persentase kinerja Bunga atas indikator
tersebut dengan pasti dan tanpa kira-kira.
Karena adanya kebutuhan terkait
data, maka KPI tidak dapat dibuat mendadak. KPI perlu dirumuskan di awal
periode sehingga pada periode berjalan data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan
dan diolah di akhir periode.
Penilaian kinerja tidak transparan
Sudah sewajarnya setiap karyawan perlu
memahami indikator dari pekerjaannya dan tidak hanya bekerja sesuai prosedur. Judulnya
adalah Key Performance Indicator, maka indikator yang dinilai adalah indikator
yang memegang peranan kunci. Dengan memahami indikator kunci dari pekerjaan mereka
maka mereka dapat mengatur prioritas dan strategi kerja sehingga dapat mencapai
hasil yang memuaskan. Hal itu juga menjadi salah satu alasan mengapa KPI tidak
dapat dirumuskan mendadak.
Lalu, bagaimana cara mengetahui
apakah hasil kinerja kita memuaskan atau tidak. Ingat, memuaskan atau tidak
adalah relatif, sama seperti cantik dan tampan yang tidak ada indikatornya.
Oleh karena itu, perlu dibuat suatu standar untuk mengatur kapan suatu kinerja
dinilai kurang – cukup – memuaskan.
Misalkan ;
0 – 59 = tidak memenuhi standar
60 – 89 = memenuhi standar
90 – 100 = di atas standar
Dengan demikian setiap karyawan
memahami dimana kondisinya saat ini dan dapat melakukan perbaikan atas
kinerjanya. Selanjutnya, karyawan juga perlu memahami reward & punishment
apa yang mereka dapatkan berdasarkan hasil kinerja mereka. Jika karyawan tidak
memahami dampak dari kinerja mereka, maka lambat laun mereka akan kehilangan
minat untuk mencapai hasil optimal dalam bekerja. Misalkan ;
Hasil
Penilaian Kinerja
|
Dampak
Penilaian Kinerja
|
|
Karyawan
dalam Masa Percobaan
|
Karyawan
Tetap
|
|
0 – 59
|
Tidak lulus masa percobaan
|
Masa kerja tidak dilanjutkan
|
60 – 89
|
Lulus masa percobaan
|
Masa kerja dilanjutkan di level yang sama
|
90 – 100
|
Lulus masa percobaan
|
Masa kerja dilanjutkan ke level lebih tinggi
|
Proses penilaian kinerja yang
transparan meminimalisir pertanyaan pertanyaan setiap karyawan ; apakah kinerja
saya memuaskan, kapan saya mendapatkan promosi, apa target saya, dsb. Tidak
hanya menjawab apa yang harus dilakukan setiap karyawan, proses ini juga
menyampaikan apa yang diharapkan perusahaan dari setiap karyawannya.
Semakin sering semakin baik
Periode penilaian kinerja di
setiap perusahaan berbeda satu sama lain tergantung kebutuhan. Ada yang per
tahun, per semester, atau per kuartal. Penilaian kinerja tidak hanya bertujuan
untuk menilai hasil kinerja seseorang dan dampak dari kinerjanya, namun juga
mengevaluasi kinerja seseorang terhadap target yang ingin dicapai.
Misalkan, meski penilaian kinerja
di PT ABC dilakukan per semester divisi Finance rutin melakukan penilaian
kinerja setiap bulannya. Tujuannya adalah jika terdapat salah satu karyawan yang
pada bulan tersebut kinerjanya dianggap tidak memenuhi standar, maka dapat
segera digali akar permasalahannya agar tidak berulang di bulan selanjutnya dan
mempengaruhi hasil penilaian kinerja di semester tersebut.
Tentu saja proses ini membutuhkan
tenaga dan waktu lebih, namun karena bertindak sebagai suatu upaya preventif
maka proses dan hasilnya dapat dianggap sepadan.
Baik tidaknya kinerja tidak hanya bergantung pada KPI
“Walaupun hasil kerja saya jelek,
tapi saya selalu berusaha semaksimal mungkin. Kan bukan berarti kinerja saya
jelek, saya kan sudah usaha.”
Ya, KPI tidak serta merta
menentukan baik tidaknya kinerja kita. Seringkali dalam penilaian kinerja, ada
komponen lain yang diperhitungkan selain kinerja yaitu soft skill. Hal ini
menandakan bahwa KPI yang menggambarkan pencapaian kemampuan teknikal tidak 100
% berpengaruh atas penilaian kinerja. Bisa jadi hasil KPI bagus namun soft
skillnya jelek sehingga hasil penilaian kinerjanya tidak memuaskan.
Nah, apa saja soft skill yang
dinilai pun berbeda di setiap perusahaan tergantung budaya kerja yang
diterapkan. Begitu pula bobot perhitungan antara hasil KPI dan penilaian soft
skill. Bisa jadi sama besarnya atau mungkin salah satu memiliki bobot lebih
tinggi.
Hasil penilaian kinerja adalah angka
Keberhasilan adalah relatif, setiap
orang memiliki takaran masing masing
dalam menggambarkan kondisi dimana mereka merasa berhasil. Bagi beberapa orang,
melakukan sesuatu yang memberikan dampak ke orang lain adalah suatu keberhasilan.
Bagi beberapa lainnya, mereka membutuhkan suatu data untuk menunjukkan bahwa
mereka berhasil. Tidak ada yang salah dari keduanya karena semua bergantung
pada perspektif setiap orang.
Bagi mereka yang membutuhkan data
sebagai alat ukur keberhasilan mereka dalam bekerja, maka hasil dari penilaian
kinerja adalah jawabannya. Hasil penilaian kinerja atau hasil KPI memberikan
data aktual atas kinerja karyawan di suatu periode.
Demikian beberapa hal dari banyak
hal menarik dari proses penilaian kinerja yang dapat saya sampaikan. Meski hasil
penilaian kinerja mempengaruhi banyak hal seperti kenaikan gaji / kelanjutan masa kerja, hasil penilaian
kinerja tidak berarti segalanya. Mendapatkan hasil penilaian kinerja yang
memuaskan bukan berarti kita telah hebat, hal hal yang perlu kita pelajari
tidak akan pernah habis. Dan ketika kita mendapatkan hasil penilaian yang
kurang memuaskan bukan berarti kita gagal, ada banyak hal yang tanpa disadari
telah kita capai dalam periode tersebut.
Dengan atau tanpa hasil dari
penilaian kinerja, kita berhak memilik merasa bahagia atau tertekan. Karena KPI
adalah angka yang dapat diukur sedangkan ada banyak hal di dunia ini yang tidak
dapat diukur seperti lingkungan yang mendukung, atasan yang selalu berbagi ilmu
dan pekerjaan yang menantang.
0 komentar:
Post a Comment