Home » » 5 Fakta Tentang Penilaian Kinerja

5 Fakta Tentang Penilaian Kinerja



Beberapa hari lalu, saya bertemu dengan salah satu teman saya. Kami membincangkan beberapa hal terkait pekerjaan kami, salah satunya adalah kenaikan gaji. Teman saya mengatakan bahwa ia mengharapkan kenaikan gaji (di luar penyesuaian dengan UMR) di tahun ini. Saya cukup tertarik mendengar pernyatannya, kemudian saya bertanya kepadanya, “memangnya bagaimana caranya supaya kamu bisa dapat kenaikan gaji ?”. Hal yang lebih membuat saya tertarik adalah jawabannya, dimana saat itu ia menjawab “tidak tahu”.

Selanjutnya saya kembali bertanya kepadanya ; bagaimana hasil penilaian kinerjanya, apa target kerjanya, dan kondisi seperti apa yang menyatakan kinerjanya kurang – cukup – luar biasa. Saat itu teman saya tidak dapat menjawabnya dengan pasti.

Percakapan saya dengannya saat itu membuat saya teringat satu hal yang selalu menjadi trending topic di beberapa perusahaan tempat saya bekerja ; penilaian kinerja. Ternyata, penilaian kinerja cukup populer. Mungkin karena prosesnya yang menantang, atau mungkin juga karena ada banyak hal menarik di dalamnya untuk dibahas.

Penilaian kinerja seringkali dinilai rumit

Ketika berbicara penilaian kinerja, seringkali Anda juga mendengar Key Performance Indicator. Hubungan keduanya cukup erat. Penilaian kinerja seperti sebuah proses persiapan bahan dalam membuat kue dimana setiap bahan baku perlu ditimbang sesuai dengan proporsi yang dibutuhkan.
Jika komposisi terigu kurang, maka kue akan menjadi terlalu lembek dan jika komposisi keju terlalu banyak, maka kue akan menjadi terlalu gurih. Dalam hal ini, alat timbang memegang peranan penting, apakah komposisi bahan baku sudah pas sehingga menghasilkan kue sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini, alat timbang tersebut adalah Key Performance Indicator (KPI).

Sayangnya, tidak semua orang menikmati proses penilaian kinerja karena dinilai rumit. Nyatanya, penilaian kinerja adalah hal yang mudah jika kita telah menyusun KPI dengan tepat. Penilaian kinerja menjadi rumit untuk dihadapi jika ;

a. KPI yang belum dirumuskan

Meski KPI sendiri bukanlah hal asing lagi di dunia kerja, belum tentu setiap orang menjalankannya. Di suatu perusahaan sendiri, terkadang masih saja beberapa bagian yang belum memahami cara kerjanya atau mungkin sudah paham namun belum menjalankannya.

Rutinitas pekerjaan dan pekerjaan mendesak seringkali menghabiskan fokus dan tenaga untuk berkonsentrasi dalam pembuatan KPI. Akibatnya, proses pembuatan KPI menjadi terlupakan dan tanpa terasa masa penilaian kinerja tiba padahal pihak yang terkait (pihak yang menilai dan pihak yang dinilai) sendiri belum paham harus menilai / dinilai berdasarkan apa. Hal inilah yang membuat pihak yang terkait menjadi tergopoh gopoh atau mungkin menilai dengan asal saja.

b. KPI tidak measurable

Salah satu syarat KPI adalah measurable. Kesalahan yang seringkali dilakukan adalah menyusun KPI yang tidak dapat diukur. Misalkan, Andi adalah seorang office boy di sebuah perusaaan. Salah satu indikator dari pekerjaannya yang perlu dinilai tentu adalah perihal kebersihan.

Bandingkan dua hal ini ;

Contoh A.
Indicator
Criteria
Measurement
Kebersihan
Seluruh ruangan dibersihkan setiap hari
Tidak ada sampah berserakan di lantai

Contoh B.
Indicator
Criteria
Measurement
Kebersihan
Tidak ada sampah berserakan di lantai pada saat jam kerja dimulai selama hari kerja
Checklist kebersihan

Bandingkan measurement dari kedua contoh tersebut. Jika Anda adalah atasan Andi, cukupkah menilai kinerja Andi dengan measurement dari contoh A, apakah Anda selalu mengingat kapan ada sampah berserakan di lantai ketika Andi melaksanakan tugasnya ? Sebaliknya, contoh B memberikan measurement yang lebih detail yaitu dengan checklist kebersihan. Dengan checklist kebersihan, Anda harus memonitor pekerjaan Andi setiap harinya di setiap ruangan, akumulasi dari hasil checklist tersebut dapat digunakan sebagai achievement Andi dalam menjalankan tugasnya.

Sayangnya, seringkali dalam perusahaan ditemukan indikator seperti contoh A dalam KPI yang masih membuat pihak yang terkait bingung. Menerapkan contoh A akan membuat penilai berpikir keras karena tidak memiliki data yang akurat yang dapat dijadikan dasar penilaian.

Data belum siap

Bicara mengenai measurement, maka hal yang dibutuhkan selanjutnya adalah data. Hal yang seringkali menjadi kendala adalah ketika data yang harus diukur tidak siap. Bisa jadi karena pihak terkait tidak mengumpulkan datanya selama periode penilaian tersebut, data dari sistem yang belum tersedia, atau mungkin data sudah ada hanya saja pihak yang terkait tidak mengerti bagaimana membacanya.

Misalkan, Bunga adalah seorang HR Supervisor dengan target menyelesaikan peraturan perusahaan sebagai salah satu indikator dalam KPI nya. Target tersebut dianggap done jika peraturan perusahaan telah disosialisasikan kepada seluruh karyawan setelah mendapatkan persetujuan dari Disnaker. Saat ini, draft peraturan perusahaan tersebut sedang dalam tahap direview oleh setiap divisi dan belum ada feedback dari mereka. Yang jadi pertanyaan dalam penilaian kinerja Bunga, berapakah persentase kinerja Bunga atas indicator tersebut ?

Untuk mempermudah cara mengukurnya, dapat menyiapkan data dengan menyusun aktifitas dan subaktifitas apa yang perlu ia lakukan seperti berikut ;

Indikator
Aktifitas
Sub-Aktifitas
Persentase Sub-Aktifitas
Persentase Aktifitas
Persentase Indikator
Pembuatan Peraturan Perusahaan
Membuat draft
Bab 1
100 %
100 %
40 %
Bab 2
100 %
Bab ...
100%
Persetujuan
HR Manager
100%
20 %
Sales Manager
0 %
Finance Manager
0 %
IT Manager
0 %
Dsb
0 %
Sosialisasi
Pengajuan berkas ke disnaker
0 %
0 %
Persetujuan disnaker
0 %
Sosialisasi ke karyawan
0 %

Dengan melakukan cara tersebut, pihak yang terkait dapat mengetahui berapa persentase kinerja Bunga atas indikator tersebut dengan pasti dan tanpa kira-kira.

Karena adanya kebutuhan terkait data, maka KPI tidak dapat dibuat mendadak. KPI perlu dirumuskan di awal periode sehingga pada periode berjalan data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan dan diolah di akhir periode.

Penilaian kinerja tidak transparan

Sudah sewajarnya setiap karyawan perlu memahami indikator dari pekerjaannya dan tidak hanya bekerja sesuai prosedur. Judulnya adalah Key Performance Indicator, maka indikator yang dinilai adalah indikator yang memegang peranan kunci. Dengan memahami indikator kunci dari pekerjaan mereka maka mereka dapat mengatur prioritas dan strategi kerja sehingga dapat mencapai hasil yang memuaskan. Hal itu juga menjadi salah satu alasan mengapa KPI tidak dapat dirumuskan mendadak.

Lalu, bagaimana cara mengetahui apakah hasil kinerja kita memuaskan atau tidak. Ingat, memuaskan atau tidak adalah relatif, sama seperti cantik dan tampan yang tidak ada indikatornya. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu standar untuk mengatur kapan suatu kinerja dinilai kurang – cukup – memuaskan. 

Misalkan ;
0 – 59 = tidak memenuhi standar
60 – 89 = memenuhi standar
90 – 100 = di atas standar

Dengan demikian setiap karyawan memahami dimana kondisinya saat ini dan dapat melakukan perbaikan atas kinerjanya. Selanjutnya, karyawan juga perlu memahami reward & punishment apa yang mereka dapatkan berdasarkan hasil kinerja mereka. Jika karyawan tidak memahami dampak dari kinerja mereka, maka lambat laun mereka akan kehilangan minat untuk mencapai hasil optimal dalam bekerja. Misalkan ;

Hasil Penilaian Kinerja
Dampak Penilaian Kinerja
Karyawan dalam Masa Percobaan
Karyawan Tetap
0 – 59
Tidak lulus masa percobaan
Masa kerja tidak dilanjutkan
60 – 89
Lulus masa percobaan
Masa kerja dilanjutkan di level yang sama
90 – 100
Lulus masa percobaan
Masa kerja dilanjutkan ke level lebih tinggi

Proses penilaian kinerja yang transparan meminimalisir pertanyaan pertanyaan setiap karyawan ; apakah kinerja saya memuaskan, kapan saya mendapatkan promosi, apa target saya, dsb. Tidak hanya menjawab apa yang harus dilakukan setiap karyawan, proses ini juga menyampaikan apa yang diharapkan perusahaan dari setiap karyawannya.

Semakin sering semakin baik

Periode penilaian kinerja di setiap perusahaan berbeda satu sama lain tergantung kebutuhan. Ada yang per tahun, per semester, atau per kuartal. Penilaian kinerja tidak hanya bertujuan untuk menilai hasil kinerja seseorang dan dampak dari kinerjanya, namun juga mengevaluasi kinerja seseorang terhadap target yang ingin dicapai.

Misalkan, meski penilaian kinerja di PT ABC dilakukan per semester divisi Finance rutin melakukan penilaian kinerja setiap bulannya. Tujuannya adalah jika terdapat salah satu karyawan yang pada bulan tersebut kinerjanya dianggap tidak memenuhi standar, maka dapat segera digali akar permasalahannya agar tidak berulang di bulan selanjutnya dan mempengaruhi hasil penilaian kinerja di semester tersebut.

Tentu saja proses ini membutuhkan tenaga dan waktu lebih, namun karena bertindak sebagai suatu upaya preventif maka proses dan hasilnya dapat dianggap sepadan.

Baik tidaknya kinerja tidak hanya bergantung pada KPI

“Walaupun hasil kerja saya jelek, tapi saya selalu berusaha semaksimal mungkin. Kan bukan berarti kinerja saya jelek, saya kan sudah usaha.”

Ya, KPI tidak serta merta menentukan baik tidaknya kinerja kita. Seringkali dalam penilaian kinerja, ada komponen lain yang diperhitungkan selain kinerja yaitu soft skill. Hal ini menandakan bahwa KPI yang menggambarkan pencapaian kemampuan teknikal tidak 100 % berpengaruh atas penilaian kinerja. Bisa jadi hasil KPI bagus namun soft skillnya jelek sehingga hasil penilaian kinerjanya tidak memuaskan.

Nah, apa saja soft skill yang dinilai pun berbeda di setiap perusahaan tergantung budaya kerja yang diterapkan. Begitu pula bobot perhitungan antara hasil KPI dan penilaian soft skill. Bisa jadi sama besarnya atau mungkin salah satu memiliki bobot lebih tinggi.

Hasil penilaian kinerja adalah angka

Keberhasilan adalah relatif, setiap orang memiliki takaran masing masing dalam menggambarkan kondisi dimana mereka merasa berhasil. Bagi beberapa orang, melakukan sesuatu yang memberikan dampak ke orang lain adalah suatu keberhasilan. Bagi beberapa lainnya, mereka membutuhkan suatu data untuk menunjukkan bahwa mereka berhasil. Tidak ada yang salah dari keduanya karena semua bergantung pada perspektif setiap orang.

Bagi mereka yang membutuhkan data sebagai alat ukur keberhasilan mereka dalam bekerja, maka hasil dari penilaian kinerja adalah jawabannya. Hasil penilaian kinerja atau hasil KPI memberikan data aktual atas kinerja karyawan di suatu periode.



Demikian beberapa hal dari banyak hal menarik dari proses penilaian kinerja yang dapat saya sampaikan. Meski hasil penilaian kinerja mempengaruhi banyak hal seperti  kenaikan gaji / kelanjutan masa kerja, hasil penilaian kinerja tidak berarti segalanya. Mendapatkan hasil penilaian kinerja yang memuaskan bukan berarti kita telah hebat, hal hal yang perlu kita pelajari tidak akan pernah habis. Dan ketika kita mendapatkan hasil penilaian yang kurang memuaskan bukan berarti kita gagal, ada banyak hal yang tanpa disadari telah kita capai dalam periode tersebut.

Dengan atau tanpa hasil dari penilaian kinerja, kita berhak memilik merasa bahagia atau tertekan. Karena KPI adalah angka yang dapat diukur sedangkan ada banyak hal di dunia ini yang tidak dapat diukur seperti lingkungan yang mendukung, atasan yang selalu berbagi ilmu dan pekerjaan yang menantang.

0 komentar:

Post a Comment